RELEASE INDONESIA

Mengabarkan Dengan Tepat dan Berimbang

Apa itu Abolisi dan Amnesti?

Bogor, 22 Agustus 2025 – Dalam sistem hukum Indonesia, Presiden memiliki kewenangan untuk memberikan abolisi dan amnesti sebagai bagian dari hak prerogatif yang diatur dalam konstitusi. Kedua istilah tersebut sering menjadi sorotan publik, terutama dalam kasus-kasus dengan muatan politik atau pelanggaran hukum tertentu yang dianggap strategis untuk dihentikan prosesnya atau diampuni.

Abolisi merupakan tindakan penghentian proses hukum terhadap seseorang atau kelompok yang sedang menjalani penyidikan, penuntutan, atau proses pengadilan. Sementara itu, amnesti adalah pengampunan yang diberikan Presiden kepada kelompok tertentu, sehingga menghapus segala akibat hukum pidana yang pernah dilakukan.

Dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, ditegaskan bahwa Presiden memberikan amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

“Perbedaan mendasar antara keduanya terletak pada waktu dan efek hukumnya. Abolisi menghentikan proses hukum sebelum ada putusan tetap, sementara amnesti bisa diberikan baik sebelum maupun sesudah putusan pengadilan, dan bersifat menghapus seluruh akibat pidana,” ujar seorang ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia, Jumat (22/8).

Sejumlah kasus penting di Indonesia pernah menggunakan dua instrumen hukum ini. Presiden BJ Habibie, misalnya, memberikan abolisi kepada anggota Tim Mawar TNI AD terkait kasus penculikan aktivis pada akhir 1990-an. Sedangkan Presiden SBY pernah mengeluarkan amnesti dan abolisi untuk eks anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sebagai bagian dari perjanjian damai Helsinki pada 2005.

Kasus lain yang menarik perhatian publik adalah pemberian amnesti kepada Baiq Nuril oleh Presiden Joko Widodo pada 2019, menyusul desakan publik atas ketidakadilan dalam penerapan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Hingga kini, penggunaan hak prerogatif Presiden untuk memberikan abolisi dan amnesti tetap menjadi bagian penting dalam dinamika hukum dan politik Indonesia. Namun, para pengamat hukum mengingatkan bahwa kebijakan ini harus dijalankan secara selektif dan proporsional untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan negara dan penegakan hukum. (JOHN)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
Tutup